Februari Trip, Ziarah Ayah Buya Hamka di Maninjau

WELL, HAPPY BELATED BIRTHDAY TO ME!!!

20 Februari 2020 kemarin usiaku sudah sampai di seperempat abadnya, sungguh tidak penting. Namun 25 tahun yang luar biasa dan ribuan tahun ke depannya akan lebih luar biasa lagi. Dua hari setelahnya jalan-jalan sambil kuliah lapangan ke Maninjau, tepatnya Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka. Meskipun belum membaca semua karya Buya Hamka, setidaknya aku sudah pernah mengantarkan alfatihah ke makam beliau di Tanah Kusir

Harusnya kawasan perkampungn dimana Hamka kecil ini bertumbuh adalah pilihan terbaik untuk berlibur seutuhnya. Piknik paket lengkap deh pokoknya! Hanya butuh waktu kurang lebih tiga jam kalau dari Kota Padang dan melewati kawasan Kelok 44 alias 44 tikungan dengan pemandangan danau yang luar biasa indahnya. Kalau yang pecinta buah durian dan datang pada waktu yang tepat, sepanjang jalan akan menikmati aroma durian. 
 
Rumah Kelahiran Buya Hamka di Maninjau
Museum Kelahiran Buya Hamka ini berada di Nagari Sungai Batang, Kec.Tanjung Raya, Kab.Agam. Dikelola sendiri oleh keluarga sepersukuan Buya Hamka, kalau tidak salah suku Tanjuang (koreksi kalau salah, tetapi rasanya tidak salah), tentunya dengan binaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Agam. 
 
Kata Da Zul (salah satu pengelola) Buya Hamka tidak dikenal oleh masyarakat kampungnya dulu, sebab dulu orang-orang di kampung memanggilnya Malik atau Bujang Jauah. Bujang Jauah sendiri kalau diartikan ke dalam Bahasa Indonesia yaitu Bujang Jauh, nama ini diberikan karena Buya Hamka sering pergi jauh atau marantau. Bukan tidak kenal orangnya ya, hanya nama kecilnya itu berbeda dengan yang kita sapa hari ini. WKWKWKWKWK.
Pemandangan dari jendela Rumah Kelahiran Buya Hamka
Meskipun rumah yang dibangun sekarang bukanlah duplikat rumah Hamka kecil, namun di dalamnya terdapat beberapa koleksi foto, buku, baju, hingga kopor yang pernah digunakan oleh Hamka. Selain itu pemandangan dari tangga rumah atau dari dalam rumah melalui jendela, mata kita dimanjakan sekali oleh angin sepoi Maninjau dan indahnya pemandangan danau.
Suasana di dalam Rumah Kelahiran Buya Hamka

Salah satu sudut ruangan berisi baju dan koper milik Buya Hamka

Salah satu foto Buya Hamka bersama Bung Hatta
Ada satu rumah baca yang nyaman untuk berlama-lama, ada satu musala kecil yang akan segera dipugar oleh pengurus untuk dijadikan ruang pameran video dan foto mengenai Hamka. Tenang, musala akan dibuatkan baru dan ditambah satu lagi area yang akan dibangun untuk tempat pertunjukkan seni. Saat kami datang ke sana kebetulan banyak anak kecil yang tengah berlatih gerakan randai. Seru sekali. 




Selain dua pengembangan tersebut, akan ada beberapa pengembangan lain yang sedang direncanakan pengelola dan dinas terkait. Jika diberi kelancaran, di seberang jalan dari rumah kelahiran akan dibuatkan sebuah dermaga, jadi bisa menikmati air danau dengan berenang di sekitar dermaga itu. Tentang dermaga, cicit dari sepupu Hamka mengatakan akan ada pilihan wisata menggunakan speed-boat dengan rute Rumah Kelahiran Buya Hamka-Makam Ayahanda beliau a.k.a Buya HAKA – Ujung Jalan dari lokasi Makam Kakek Buya Hamka. Kita doakan saja bisa lancar segala urusannya dan bisa segera terlaksana pembangunannya. Semoga yaaa.. Doakan saja!

Karena sudah pernah menziarahi makam Buya Hamka, kali ini berziarah ke makam Ayahanda dari Buya Hamka, yaitu Buya HAKA alias Haji Abdul Karim Amrullah. Sebenarnya ingin juga menziarahi Kakek beliau, mungkin lain waktu datang lagi.
 
Makam Haji Abdul Karim Amrullah (Ayahanda HAMKA)


Suasana rumah tempat foto dan manuskrip HAKA disimpan
Dengan suasana danau yang seindah itu, harusnya menginap setidaknya semalam agar bisa menikmati pagi dan sore. Apalagi penikmat senja boleh sekali untuk sesekali menyeduh kopi dan senja di tepian Maninjau di Sungai Batang. Di Nagari Sungai Batang tidak akan ditemukan penginapan seperti hotel, sebab kesepakatannya masyarakat Nagari begitu. Pak Dasril (salah satu pengurus museum) jika ada keinginan untuk menginap di sekitaran sana, bisa menghubungi kantor Wali Nagari atau menemui Kepala Jorong setempat. 
 
Suasana memasuki area makam Buya HAKA dan Adik beliau
Sebagai ganti hotel masyarakat setempat dilatih dan disiapkan untuk menerima tamu yang menginap ini, rumah tinggal disebutnya. Alhasil, saat kalian memutuskan untuk menginap di Sungai Batang dan sekitarnya menjadi pengalaman istimewa sekali. Termasuk di dekat surau tempat Buya Hamka belajar mengaji di surau milik Ayahnya, salah satu cicit dari keponakan HAKA juga menjadi salah satu penyedia rumah tinggal.

Suasana hutan dan danau yang asri, sejarah hidup seorang HAMKA kecil, dan kenyamanan berinteraksi dengan masyarakat di sana adalah perpaduan sempurna untuk menghabiskan 24 jam penuh di sana. Biasanya yang mampir ke Nagari Sungai Batang didominasi oleh wisatawan Malaysia karena kemahsyuran nama HAMKA di sana. Semoga setelah ini, kita masyarakat lokal yang akan mendominasi wisata di sana. Aku masih harus ke sana lagi sih sekali untuk menikmati suasananya, sebab kemarin datang dengan sebuah tugas kuliah. Soon deh!

Sebagai penutup tulisanku kali ini, ini dua foto terbaik yang tidak seberapa. Hasil tangkapan Resti Maudina, I thanks to you Resti. Meskipun dari foto ini bisa diambil kesimpulan, dia hanya bisa difoto bukan memoto. Setidaknya ada fotoku lah yang bisa diunggah. Sampai ketemu di perjalanan bulan depan, and one more: HAPPY BELATED BIRTHDAY, REZA SYEKSYIH... 
 


Komentar

  1. Bukan lagih sistur 1 inih keren terbangetd terbaig semangat berkarya terus zaa❤❤❤

    BalasHapus

Posting Komentar